sponsor

sponsor

Slider

Slider
teguhpriyanto. Theme images by kelvinjay. Powered by Blogger.

Pengantar

Ini blog bisnis dan pendidikan...
Mohon bantuannya untuk koreksi dan perbaikan serta tambahan materi....
Jangan lupa untuk like blog ini dengan cara klik G+ warna biru...
Mari berkembang dan maju bersama...terima kasih

Technology

Technology

Games

Games

Friday, January 8, 2021

[AKM] Level Pembelajaran 6 (Kelas 11 dan 12) Menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak

Level Pembelajaran 6 (Kelas 11 dan 12)

Literasi Teks Informasi

 

B. Memahami

2. Menyusun inferensi, membuat koneksi dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak

Kompetensi yang diukur :

Menyimpulkan perubahan kejadian, prosedur, gagasan atau konsep di dalam teks informasi yang terus meningkat sesuai jenjangnya (4 Soal)

 

1.    Pilihan Ganda

Profil di Surat Kabar

 

Eva Rahmi Kasim, Penyandang Disabilitas yang Menjadi Pejabat

 



Eva Rahmi Kasim namanya. Tangannya tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik Indonesia), ucapnya masih dengan senyum.

 

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.

 

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. Kalau keliling kantor ya pakai ini, ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu.

 

Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama, tuturnya.

 

Dalam pidato pelantikan, Agus Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi.

 

Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi asal disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. Apalagi, regulasi mendukung, imbuhnya.

 

Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional

Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka.

 

Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai. Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.

 

Dengan jabatannya sekarang, Eva Rahmi Kasim punya tugas sosial. Salah satunya ialah menghasilkan riset yang menjadi bahan kebijakan untuk mengatasi problem difabel di tanah air.  Puslitbangkesos, misalnya, membuat rekomendasi agar pemangku kepentingan menyiapkan fasilitas layanan publik yang ramah difabel, termasuk fasilitas transportasi hingga perbankan. Dia mengungkapkan, Indonesia belum ramah bagi penyandang disabilitas. Itu tecermin dari sejumlah perlakuan diskriminatif terhadap kaum difabel.

 

Eva Rahmi memang sosok berprestasi. Setelah lulus S-1 di Universitas Indonesia (UI), dia mendapat beasiswa melanjutkan studi master di Deakin University, Melbourne, Australia. Program studinya Health and Behavioral Science dengan spesialisasi ilmu disabilitas. Pada 2019 Eva mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya dari presiden RI atas pengabdiannya sebagai ASN. Dia juga pernah menerima Australian Alumni Awards dari pemerintah Australia untuk kategori Tokoh Inspirasional. Eva juga menginisiasi lahirnya Pusat Kajian Disabilitas (PKD) di FISIP UI. Di sela-sela kesibukannya,

Eva pun aktif menulis di berbagai media nasional. Fokusnya isu disabilitas. Dengan merintis karier sebagai PNS sejak 1992, Eva menapaki anak tangga mulai bawah. Saya berharap ini bisa menjadi motivasi bersama, khususnya bagi penyandang disabilitas, bahwa tidak ada limit bagi mereka untuk menggapai mimpi, tuturnya.

 

Sumber: https://www.jawapos.com/features/03/12/2019/eva-rahmi-kasim-asn-disabilitas-pertama- pejabat-eselon-ii/ diedit oleh Kity Karenisa.

 

Pada teks disebutkan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia merupakan payung hukum bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka. Kedua peraturan tersebut sangat menguntungkan bagi penyandang disabilitas karena ...

 

Penyandang disabilitas diberikan pendidikan khusus oleh pemerintah.

 

o    Masyarakat mengapresiasi potensi yang dimiliki para penyandang disabilitas

o    Penyandang disabilitas mempunyai hak untuk mengembangkan jenjang karier.

o    Pemerintah memprioritaskan para penyandang disabilitas dalam berkarier.

o    Masyarakat perlu membantu penyandang disabilitas dalam beraktivitas sehari-hari.

 

Kunci Jawaban/ Pembahasan

 

 

 

 

2.    Pilihan Ganda Kompleks

 

Profil di Surat Kabar

 

Eva Rahmi Kasim, Penyandang Disabilitas yang Menjadi Pejabat

 


Eva Rahmi Kasim namanya. Tangannya tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik Indonesia), ucapnya masih dengan senyum.

 

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.

 

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. Kalau keliling kantor ya pakai ini, ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu.

 

Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama, tuturnya.

 

Dalam pidato pelantikan, Agus Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi asal disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. Apalagi, regulasi mendukung, imbuhnya.

 

Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka.

 

Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai. Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.

 

Dengan jabatannya sekarang, Eva Rahmi Kasim punya tugas sosial. Salah satunya ialah menghasilkan riset yang menjadi bahan kebijakan untuk mengatasi problem difabel di tanah air.  Puslitbangkesos, misalnya, membuat rekomendasi agar pemangku kepentingan menyiapkan fasilitas layanan publik yang ramah difabel, termasuk fasilitas transportasi hingga perbankan. Dia mengungkapkan, Indonesia belum ramah bagi penyandang disabilitas. Itu tecermin dari sejumlah perlakuan diskriminatif terhadap kaum difabel.

 

Eva Rahmi memang sosok berprestasi. Setelah lulus S-1 di Universitas Indonesia (UI), dia mendapat beasiswa melanjutkan studi master di Deakin University, Melbourne, Australia. Program studinya Health and Behavioral Science dengan spesialisasi ilmu disabilitas. Pada 2019 Eva mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya dari presiden RI atas pengabdiannya sebagai ASN. Dia juga pernah menerima Australian Alumni Awards dari pemerintah Australia untuk kategori Tokoh Inspirasional. Eva juga menginisiasi lahirnya Pusat Kajian Disabilitas (PKD) di FISIP UI. Di sela-sela kesibukannya,

Eva pun aktif menulis di berbagai media nasional. Fokusnya isu disabilitas. Dengan merintis karier sebagai PNS sejak 1992, Eva menapaki anak tangga mulai bawah. Saya berharap ini bisa menjadi motivasi bersama, khususnya bagi penyandang disabilitas, bahwa tidak ada limit bagi mereka untuk menggapai mimpi, tuturnya.

 

Sumbe: https://www.jawapos.com/features/03/12/2019/eva-rahmi-kasim-asn-disabilitas-pertama- pejabat-eselon-ii/ diedit oleh Kity Karenisa.

 

Dalam memegang jabatan sebagai Kepala Puslitbangkessos, ia memiliki sejumlah pemikiran. Tentukanlah dengan dengan mencentang Benar atau Salah.

 

Pernyataan

Benar

Salah

Setiap orang punya kesempatan yang sama dan setara untuk menjadi pegawai negeri,

termasuk penyandang disabilitas.

 

 

Keadaan fisik dapat menghambat seseorang untuk meraih jabatan tinggi.

 

 

Saat memimpin banyak orang, dibutuhkan keyakinan kuat bahwa diri mampu.

 

 

Ritme penting untuk menjaga keseimbangan dalam bekerja.

 

 

Menurut Eva, penyandang disabilitas di Indonesia dapat hidup dengan nyaman karena semua fasilitas sudah mendukung.

 

 

 

Kunci Jawaban/ Pembahasan

 

 

 

 

3.    Pilihan Ganda Kompleks

Gratifikasi

 

Definisi Gratifikasi

 

Arti gratifikasi dapat diperoleh dari Penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma- cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Definisi tersebut menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

 

Aspek Yuridis Gratifikasi

 

Terminologi gratifikasi baru dikenal dalam ranah hukum pidana Indonesia sejak tahun 2001 melalui

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 12B dan 12C tersebut diatur mengenai delik gratifikasi mengatur ancaman pidana bagi setiap pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan sebagai gratifikasi yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.

 

Aturan yang melarang penerimaan dalam bentuk apa pun itu sebenarnya telah ada jauh sebelum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterbitkan. Larangan tersebut secara terperinci telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, khususnya Pasal 7 dan 8.

 

Pada saat gratifikasi dirumuskan melalui revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK belum ada. Melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah KPK dan untuk semakin memperjelas kelembagaan penanganan laporan gratifikasi, dibentuklah direktorat khusus yang menangani penegakan pasal gratifikasi. Pada Pasal 26 juncto Pasal 13 UU KPK dibentuk Subbidang Gratifikasi yang berada pada Deputi Pencegahan.

Aspek Sosiologis Gratifikasi

 

Praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya merupakan hal yang wajar dan hidup dalam hubungan kemasyarakatan. Praktik tersebut dilakukan pada peristiwa alamiah (seperti kelahiran, sakit, dan kematian) dan penyelenggaraan atau perayaan dalam momentum tertentu (seperti akikah, potong gigi, sunatan, ulang tahun, perkawinan, dan acara duka). Dalam konteks adat istiadat, praktik pemberian bahkan lebih bervariasi. Apalagi Indonesia hidup dengan keberagaman suku bangsa dengan segala adat istiadatnya. Dalam banyak suku bangsa tersebut tentu saja terdapat keberagaman praktik memberi dan menerima hadiah dengan segala latar belakang sosial dan sejarahnya.

 

Syed Hussein Alatas memotret pemberian hadiah tersebut dalam bukunya Korupsi, Sifat, Sebab, dan Fungsi (LP3ES, 1987). Menurutnya, praktik pemberian hadiah tidak serta merta dapat dipandang sebagai faktor penyebab korupsi. Hal seperti itu telah hidup cukup lama tidak saja di Indonesia dan negara-negara Asia, tetapi juga negara-negara Barat. Akan tetapi, praktik yang bersumber dari pranata tradisional tersebut kemudian ditunggangi kepentingan di luar aspek hubungan emosional pribadi dan sosial kemasyarakatan.

 

Thamrin Amal Tamagola (2009) juga memandang hadiah sebagai sesuatu yang tidak saja lumrah dalam setiap masyarakat, tetapi juga berperan sangat penting sebagai “kohesi sosial dalam suatu masyarakat atau antar-masyarakat/marga/puak bahkan antarbangsa. Senada dengan itu, Kastorius Sinaga (2009) memberikan perspektif sosiologis mengenai gratifikasi yang mengungkapkan bahwa konsepsi gratifikasi bersifat luas dan elementer di dalam kehidupan kemasyarakatan. Jika memberi dan menerima hadiah ditempatkan dalam konteks hubungan sosial, praktik tersebut bersifat netral. Akan tetapi, jika terdapat hubungan kekuasaan, makna gratifikasi menjadi tidak netral lagi.

 

Poin penting yang dapat dipahami dari pandangan sejumlah ahli di atas adalah bahwa memang praktik penerimaan hadiah merupakan sesuatu yang wajar dari sudut pandang relasi pribadi, sosial, dan adat-istiadat. Akan tetapi, ketika hal tersebut dijangkiti kepentingan lain dalam relasi kuasa, cara pandang gratifikasi adalah netral tidak bisa dipertahankan. Hal itulah yang disebut dalam Pasal 12B sebagai gratifikasi yang dianggap suap, yaitu gratifikasi yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima. Dalam konteks Pasal 12B ini, tujuan dari gratifikasi yang dianggap suap dari sudut pandang pemberi adalah untuk mengharapkan keuntungan di masa yang akan datang dengan mengharapkan pegawai negeri/penyelenggara negara akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangannya, demi kepentingan si pemberi tersebut.

 

Sumber : https://www.kpk.go.id/gratifikasi/?p=32 diedit oleh Kity Karenisa.

 

Dari wacana informasi yang disajikan, praktek pemberian (gratifikasi) dapat mengarah lebih jauh ke dalam tindakan korupsi jika menyangkut beberapa hal berikut ini. Berikan tanda ceklis (V) pada pernyataan yang Anda setujui dan tanda silang (X) pada pernyataan yang Anda tidak setujui!

 

Pernyataan

Setuju

Tidak Setuju

Pemberian terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas

yang seharusnya dimiliki penerima.

 

 

Pemberian terkait dengan adanya acara khusus dalam acara kemasyarakatan dan lingkungan sosial.

 

 

Pemberian ditunggangi kepentingan di luar tujuan membangun aspek hubungan emosional pribadi dan sosial kemasyarakatan.

 

 

Pemberian ditujukan untuk memberi perhatian dan bertujuan membangun relasi

pribadi, sosial dan adat istiadat.

 

 

Pemberian diiringi kepentingan lain dalam relasi kuasa, terkait dengan jabatan dan

bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima

 

 

 

Kunci Jawaban/ Pembahasan

 

 

 

4.    Pilihan Ganda

Geronimo : Pejuang Suku Apache

 


 

Geronimo atau Gooyale (berarti "orang yang menguap") adalah seorang pemimpin sekaligus dukun dari kelompok Bedonkohe, Suku Apache. Dia dikenal karena memimpin pengikutnya dalam mempertahankan wilayah mereka melawan kampanye militer Meksiko dan Amerika Serikat (AS) di Negara Bagian Chiricahua serta Sonora.

 

Di masa tuanya, Geronimo menjadi selebriti. Namun, dia meninggal dalam keadaan sebagai tahanan perang dan tak diizinkan kembali ke kampung halamannya.

 

Namanya menjadi terkenal, dan digunakan antara lain Resimen Infantri Parasut ke-51 AS, serta teriakan 'Geronimo' untuk mengusir rasa takut.

 

Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan biografi dari pria yang disebut sebagai pejuang terakhir Suku Apache tersebut.

 

1. Masa Kecil

 

Geronimo diyakini lahir pada Juni 1829 di Arizpe, Sonora, dekat anak Sungai Turkey, lokasi yang kini masuk ke dalam wilayah Meksiko. Kakeknya, Mahko, merupakan kepala kelompok Bedonkohe Apache. Sejak kecil, Geronimo dibesarkan berdasarkan tata cara dan nilai-nilai Apache.

 

Dia merupakan anggota dari kelompok terkecil. Dengan jumlah 8.000 orang, suku Apache tidak hanya menerima ancaman dari AS maupun Meksiko, tetapi juga suku Navajo dan Comanches.

 

Setelah ayahnya meninggal, ibunya membawa Geronimo untuk hidup bersama kelompok Tchihende, dan pada umur 17 tahun, Geronimo menikah dengan perempuan bernama Alope.

 

Saat itu Geronimo sedang melakukan perjalanan dan berdagang, Sementara itu, pada tanggal 5 Maret 1858, 400 tentara Meksiko menyerang perkampungannya dekat Jonas (Kas-ki-yeh), di bawah pimpinan Kolonel Jose Maria Carrasco.

 

Petaka pun terjadi, istri, tiga anak, serta ibunya terbunuh dan tewas saat penyerangan. Kehilangan orang-orang yang disayanginya, telah membuat Geronimo berubah. Ia menjadi bersikap membenci orang Meksiko hingga akhir hayatnya.

 

Bersama pengikutnya, Geronimo sering menyerang dan melakukan balas dendam kepada setiap orang Meksiko yang mereka temui. Geronimo selalu mengingat insiden pedih yang membuatnya keluarganya terbunuh, sehingga jika ada upaya perdamaian menjadi selalu sia-sia.

 

Kepala suku Tchihende, Mangas Coloradas segera mengirim Geronimo ke kelompok menantunya, Cochise, untuk membantunya membalas dendam dan memperjuangkan hak suku aslinya terhadap Meksiko. Nama Geronimo pun muncul karena di tengah desingan peluru saat pertempuran, dia selalu berani dan pantang menyerah untuk tetap menerjang dan menyerang pasukan Meksiko hanya dengan menggunakan senjata pisau.

 

2. Kampanye Geronimo

 

Pada akhir abad 17, serangan yang dilakukan suku Apache terhadap Meksiko pun masih terjadi. Pada

1820-1835, perlawanan suku Apache di bawah pimpinann Geronimo berhasil menewaskan 5.000 orang Meksiko yang menjadi musuh suku Apache saat itu.

 

Pembantaian pun masih terjadi di Kas-ki-yeh, Geronimo mengumpulkan 200 orang dan kembali memburu pasukan Carrasco yang telah membunuh keluarganya. Perburuan itu memakan waktu 10 tahun. Selama masa itu, Geronimo tetap menentang pemerintah Meksiko yang pernah menewaskan keluarganya dan menindas hak dan kehidupan suku Apache.

 

Pada awal 1850-an, musuh yang harus dihadapi Geronimo berubah, seiring mulai berakhirnya Perang anatara Amerika Serikat dan Meksiko pada tahun 1848. Washington mengambil alih teritori Meksiko, termasuk area atau wilayah yang telah dikuasai Apache.

 

Wilayah yang didiami suku Apache mulai terancam dengan kedatangan penambang serta warga Amerika Serikat. Pasalnya, di kawasan Southwest ternyata ditemukan tambang emas. Suku Apache pun kembali melakukan penyerangan dan penyergapan brutal kereta kuda migran Amerika Serikat.

 

Cochise, mertua Geronimo merasakan kekecewaan mendalam setelah menyerukan penghentian serangan, dan sepakat membuat syarat untuk melindungi hak milik Apache. Tetapi, perjanjian itu hanya berlangsung beberapa tahun. Setelah Cochise, meninggal, pemerintah federal AS kembali mengingkari janjinya. Pemerintah AS memindahkan Chiricahua ke utara sehingga warga AS bisa mendiami tanah mereka yang dahulu.

 

Keputusan dan situasi itu membuat marah Geronimo. Dia memberikan perlawanan agresif untuk membela suku Apache dan mempertahankan wilayahnya. Namun, militer AS berhasil menangkapnya pada 1877, dan Geronimo dibawa ke reservasi Apache, San Carlo.

 

Selama empat tahun, Geronimo berjuang menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya sebelum akhirnya dapat meloloskan diri pada September 1881.

 

Sekali lagi, dia memimpin sekelompok kecil Chiricahua untuk tetap melawan AS. Selama lima tahun, Geronimo dan pengikutnya berjuang dalam masa penyerangan yang disebut-sebut perang Indian terakhir dengan AS.

 

Persepsi orang tentang Geronimo nyaris serumit orangnya. Bagi suku pendukungnya, dia dianggap sebagai ksatria dan pemimpin, pembela masyarakat suku asli Amerika. Namun, bagi Apache lainnya, Geronimo dipandang sebagai pria keras kepala yang memiliki naluri membalas dendam yang akhirnya membahayakan banyak nyawa lain yang tidak bersalah.

 

Bersama bawahan setianya, Geronimo bergerilya di Southwest, dan membuat sosoknya berubah dari pemimpin mistis menjadi legenda. Dalam suatu waktu dikatakan, hampir seperempat tentara militer AS, yaitu sebanyak 5.000 personel, telah dikerahkan hanya untuk memburu dan menangkap Geronimo.

 

Puncaknya pada musim panas 1886, Geronimo sepakat menyerah setelah lokasinya ditemukan pasukan AS di bawah pimpinan Jenderal George Crook.

 

3. Jadi Tahanan Perang dan Kematian

 

Geronimo bersama orang Apache lain, termasuk yang menjadi pemandu pasukan AS, diperlakukan sebagai tahanan dan dikirim ke Fort Sam Houston di Sant Antonio, Texas. Militer menahan mereka selama enam pekan sebelum dipindahkan ke Fort Pickens di Pensacola, Florida. Keluarga Geronimo ditempatkan di Fort Marion. Pemindahan itu dilakukan guna menghindari manuver pemerintah sipil Arizona yang berniat mengadili mereka atas kejahatan membunuh orang Amerika selama perang.

 

Ketika Geronimo di tahanan, para pengusaha kemudian mempunyai ide untuk menjadikan pahlawan Apache itu sebagai atraksi wisata. Kurang dari 10 tahun setelah dia menyerah, Geronimo diperlakukan bak selebriti. Pada 1905, Geronimo pun menerbitkan autobiografinya.

 

Pada tahun yang sama, Geronimo mempunyai kesempatan bertemu Presiden Theodore Roosevelt dan mendesaknya untuk membiarkan rakyat Apache kembali ke Arizona, tetapi pemikiran dan usahanya pun gagal.

 

Kematian Geronimo diduga terjadi pada Februari 1909. Saat itu, dia terlempar ketika berkuda dan tidak mendapat pertolongan serta menghabiskan malam di udara dingin. Ketika seorang teman menemukannya keesokan paginya, kondisi Geronimo sudah mengkhawatirkan. Dia meninggal akibat penyakit pneumonia yang juga dideritanya pada 17 Februari 1909 dalam usia 79 tahun.

 

Sumbe: https://bangka.tribunnews.com/2019/03/26/biografi-tokoh-dunia-geronimo-pejuang-suku- apache-yang-sempat-jadi-tahanan-perang.


Urutkan peristiwa kisah hidup Geronimo secara kronologis, sebelum akhirnya Ia menjadi tahanan perang AS dan mati.

 

(1). Kelahiran Geronimo.

(2). Pernikahan Geronimo dengan Alope.

(3). Kehidupan Geronimo bersama ibunya setelah kematian ayahnya.

(4) Penyerangan tentara Meksiko yang menyebabkan kematian ibu, istrinya, dan ketiga anaknya.

(5) Perlawanan Gernomina terhadap militer AS hingga ia ditangkap.

(6) Pernyataan perang Geronimo terhadap tentara Meksiko.

 

A

(1) – (2) – (3) – (4) (6) – (5)

B

(1) – (3) – (2) – (4) (5) – (6)

C

(1) – (3) – (2) – (4) (6) – (5)

D

(1) – (2) – (3) – (4) (5) – (6)

E

(1) – (2) – (3) – (6) (5) – (4)


 

Kunci Jawaban/ Pembahasan

 

 



Referensi/Sumber : https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm/