Level Pembelajaran 6 (Kelas 11 dan 12)
Literasi Teks Informasi
B. Memahami
2. Menyusun inferensi, membuat koneksi
dan prediksi baik teks tunggal maupun teks jamak
Kompetensi yang diukur :
Menyimpulkan perubahan kejadian, prosedur, gagasan atau konsep di
dalam teks informasi
yang terus meningkat sesuai
jenjangnya (4 Soal)
1. Pilihan Ganda
Profil di Surat Kabar
Eva Rahmi Kasim, Penyandang Disabilitas
yang Menjadi Pejabat
Eva Rahmi
Kasim namanya. Tangannya tengah sibuk membuka tumpukan kertas
di atas mejanya.
Lembar demi
lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang
pegawai
perempuan memakai
baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri
(Menteri Sosial Republik
Indonesia),” ucapnya masih dengan senyum.
Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi
yang terletak di
Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta
Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.
Sepintas tidak ada yang berbeda dari
penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di
tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus
dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. ”Kalau keliling kantor ya pakai
ini,” ujarnya menunjuk kursi
roda dan tongkat itu.
Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia
dilantik sebagai
kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas
yang menjabat eselon II. ”Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama,” tuturnya.
Dalam pidato pelantikan, Agus
Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai
pejabat
pimpinan tinggi
pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati
jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi
(pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi.
Menurut Eva, kondisi
fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi
asal disertai
disiplin, kerja keras,
dan
pantang menyerah. ”Apalagi, regulasi mendukung,” imbuhnya.
Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU)
Nomor
8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel
mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi
Nasional
Hak Asasi
Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk
mengeksplorasi potensi
mereka.
Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak
terkecuali
di instansi yang dipimpinnya. Di
Puslitbangkesos
Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai.
Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia
menganut filosofi
main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.
Dengan jabatannya sekarang, Eva Rahmi
Kasim punya
tugas sosial. Salah satunya ialah menghasilkan riset yang menjadi bahan kebijakan untuk mengatasi problem difabel
di tanah air. Puslitbangkesos, misalnya, membuat rekomendasi agar pemangku kepentingan menyiapkan fasilitas layanan publik
yang ramah difabel, termasuk fasilitas transportasi
hingga perbankan. Dia mengungkapkan, Indonesia belum ramah bagi
penyandang disabilitas. Itu tecermin dari sejumlah perlakuan diskriminatif terhadap kaum difabel.
Eva Rahmi
memang sosok berprestasi. Setelah lulus S-1 di Universitas Indonesia (UI), dia mendapat
beasiswa melanjutkan studi
master di Deakin University, Melbourne, Australia. Program studinya
Health and Behavioral Science dengan spesialisasi
ilmu disabilitas. Pada 2019 Eva mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya dari
presiden RI atas
pengabdiannya sebagai ASN. Dia juga pernah
menerima Australian Alumni Awards dari
pemerintah Australia untuk kategori
Tokoh Inspirasional.
Eva
juga menginisiasi lahirnya Pusat Kajian Disabilitas
(PKD)
di FISIP UI. Di
sela-sela kesibukannya,
Eva pun aktif menulis di berbagai media nasional. Fokusnya isu disabilitas. Dengan merintis
karier sebagai PNS sejak 1992, Eva menapaki anak tangga mulai
bawah. ”Saya berharap ini
bisa
menjadi motivasi
bersama, khususnya bagi
penyandang disabilitas, bahwa tidak ada limit bagi
mereka untuk menggapai
mimpi,” tuturnya.
Sumber: https://www.jawapos.com/features/03/12/2019/eva-rahmi-kasim-asn-disabilitas-pertama- pejabat-eselon-ii/ diedit oleh Kity Karenisa.
Pada teks disebutkan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia merupakan payung hukum bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka. Kedua peraturan tersebut sangat menguntungkan bagi penyandang disabilitas karena ...
Penyandang disabilitas
diberikan pendidikan khusus
oleh pemerintah.
o
Masyarakat mengapresiasi potensi yang dimiliki para penyandang
disabilitas
o
Penyandang disabilitas mempunyai hak untuk mengembangkan jenjang
karier.
o
Pemerintah memprioritaskan para penyandang disabilitas dalam
berkarier.
o
Masyarakat perlu membantu penyandang disabilitas dalam
beraktivitas sehari-hari.
Kunci Jawaban/ Pembahasan |
2. Pilihan Ganda Kompleks
Profil di Surat Kabar
Eva Rahmi
Kasim, Penyandang Disabilitas yang Menjadi Pejabat
Eva Rahmi Kasim namanya. Tangannya tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik Indonesia),” ucapnya masih dengan senyum.
Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di
Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta
Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos)
Kemensos
RI.
Sepintas tidak ada yang berbeda dari
penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, ia terlihat normal. Namun, di
tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus
dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk
mobilisasi. ”Kalau keliling kantor ya pakai
ini,” ujarnya menunjuk kursi
roda dan tongkat itu.
Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi
Eva
Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos
pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus
Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur
sipil
negara (ASN)
penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. ”Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama,” tuturnya.
Dalam pidato pelantikan, Agus
Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai
pejabat
pimpinan tinggi
pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati
jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi
(pansel) lelang jabatan, dia memiliki
nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi asal
disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. ”Apalagi, regulasi mendukung,” imbuhnya.
Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU)
Nomor
8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel
mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi
tersebut
memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk
mengeksplorasi potensi
mereka.
Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi
yang dipimpinnya. Di
Puslitbangkesos
Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai.
Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi
main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis.
Dengan jabatannya sekarang,
Eva Rahmi Kasim punya
tugas sosial. Salah satunya ialah menghasilkan riset yang menjadi bahan kebijakan untuk mengatasi problem difabel
di tanah air. Puslitbangkesos,
misalnya, membuat rekomendasi agar pemangku kepentingan menyiapkan fasilitas layanan publik
yang ramah difabel, termasuk fasilitas transportasi
hingga perbankan. Dia mengungkapkan, Indonesia belum ramah bagi
penyandang disabilitas. Itu tecermin dari sejumlah perlakuan diskriminatif terhadap kaum difabel.
Eva Rahmi
memang sosok berprestasi. Setelah lulus S-1 di Universitas Indonesia (UI), dia mendapat
beasiswa melanjutkan studi master di
Deakin University, Melbourne, Australia. Program studinya
Health and Behavioral Science dengan spesialisasi
ilmu disabilitas. Pada 2019 Eva mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya dari
presiden RI atas
pengabdiannya sebagai ASN. Dia juga pernah menerima Australian Alumni
Awards
dari pemerintah Australia untuk kategori Tokoh Inspirasional. Eva juga menginisiasi lahirnya Pusat Kajian Disabilitas
(PKD)
di FISIP UI. Di
sela-sela kesibukannya,
Eva pun aktif menulis
di berbagai media nasional. Fokusnya isu disabilitas. Dengan merintis karier
sebagai
PNS sejak 1992,
Eva
menapaki anak tangga mulai
bawah. ”Saya berharap ini
bisa menjadi motivasi
bersama, khususnya bagi
penyandang disabilitas, bahwa tidak ada limit bagi
mereka untuk menggapai
mimpi,” tuturnya.
Sumber : https://www.jawapos.com/features/03/12/2019/eva-rahmi-kasim-asn-disabilitas-pertama- pejabat-eselon-ii/ diedit oleh Kity Karenisa.
Dalam memegang jabatan sebagai Kepala Puslitbangkessos, ia memiliki
sejumlah pemikiran.
Tentukanlah dengan dengan mencentang Benar atau Salah.
Pernyataan |
Benar |
Salah |
Setiap orang
punya kesempatan yang sama dan setara untuk menjadi
pegawai negeri, termasuk penyandang disabilitas. |
|
|
Keadaan fisik dapat menghambat seseorang untuk meraih jabatan tinggi. |
|
|
Saat memimpin banyak orang, dibutuhkan keyakinan kuat bahwa diri mampu. |
|
|
Ritme penting untuk menjaga keseimbangan dalam bekerja. |
|
|
Menurut Eva, penyandang disabilitas
di Indonesia dapat hidup dengan nyaman karena
semua fasilitas sudah mendukung. |
|
|
Kunci Jawaban/ Pembahasan |
3. Pilihan Ganda Kompleks
Gratifikasi
Definisi
Gratifikasi
Arti
gratifikasi
dapat diperoleh dari Penjelasan Pasal
12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
yaitu pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi
pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi
tersebut baik diterima baik di
dalam negeri
maupun di luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Definisi
tersebut menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral.
Suatu pemberian menjadi
gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.
Aspek Yuridis
Gratifikasi
Terminologi
gratifikasi
baru dikenal
dalam ranah hukum pidana Indonesia sejak tahun 2001 melalui
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 12B
dan 12C tersebut
diatur mengenai
delik gratifikasi mengatur ancaman pidana bagi
setiap pegawai
negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam pelaksanaan tugasnya, atau yang diistilahkan sebagai
gratifikasi
yang dianggap suap dan tidak melaporkannya pada KPK
dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.
Aturan yang melarang penerimaan dalam bentuk apa pun itu sebenarnya telah ada jauh sebelum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterbitkan. Larangan tersebut secara terperinci telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1992 tentang Perubahan atas
Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beberapa Pembatasan Kegiatan Pegawai
Negeri Dalam Rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup, khususnya Pasal
7 dan 8.
Pada saat gratifikasi dirumuskan melalui
revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, KPK belum ada. Melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah KPK dan untuk semakin memperjelas kelembagaan penanganan laporan gratifikasi, dibentuklah direktorat khusus
yang menangani
penegakan pasal gratifikasi. Pada Pasal 26
juncto Pasal 13 UU KPK
dibentuk
Subbidang Gratifikasi
yang berada pada Deputi Pencegahan.
Aspek Sosiologis
Gratifikasi
Praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya
merupakan hal yang wajar dan hidup dalam hubungan kemasyarakatan. Praktik tersebut dilakukan pada peristiwa alamiah (seperti
kelahiran, sakit, dan kematian) dan penyelenggaraan atau perayaan dalam momentum tertentu (seperti akikah, potong gigi, sunatan, ulang tahun, perkawinan, dan acara duka). Dalam konteks adat istiadat,
praktik pemberian bahkan lebih bervariasi. Apalagi
Indonesia hidup dengan keberagaman suku
bangsa dengan segala adat istiadatnya. Dalam banyak suku bangsa tersebut tentu saja terdapat
keberagaman praktik memberi dan menerima hadiah dengan segala latar belakang sosial
dan sejarahnya.
Syed Hussein Alatas
memotret pemberian hadiah tersebut dalam bukunya
Korupsi, Sifat, Sebab, dan Fungsi (LP3ES, 1987). Menurutnya, praktik pemberian hadiah tidak serta merta dapat dipandang
sebagai
faktor penyebab korupsi. Hal seperti
itu telah hidup cukup lama tidak saja di Indonesia dan
negara-negara Asia, tetapi juga negara-negara Barat. Akan tetapi, praktik yang bersumber dari pranata tradisional
tersebut kemudian ditunggangi kepentingan di luar aspek hubungan emosional pribadi
dan
sosial kemasyarakatan.
Thamrin Amal
Tamagola (2009)
juga memandang hadiah sebagai
sesuatu yang tidak saja lumrah dalam setiap masyarakat, tetapi juga berperan sangat penting sebagai
“kohesi sosial” dalam suatu
masyarakat atau antar-masyarakat/marga/puak bahkan antarbangsa. Senada dengan itu, Kastorius
Sinaga (2009) memberikan perspektif sosiologis
mengenai gratifikasi yang mengungkapkan bahwa konsepsi
gratifikasi
bersifat luas dan elementer di
dalam kehidupan kemasyarakatan. Jika memberi dan menerima hadiah ditempatkan dalam konteks hubungan sosial, praktik tersebut bersifat netral. Akan tetapi, jika terdapat hubungan kekuasaan, makna gratifikasi
menjadi
tidak netral lagi.
Poin penting yang dapat dipahami dari
pandangan sejumlah ahli di atas
adalah bahwa memang praktik penerimaan hadiah merupakan sesuatu yang wajar dari
sudut pandang relasi
pribadi, sosial,
dan
adat-istiadat. Akan tetapi, ketika hal tersebut dijangkiti kepentingan lain dalam relasi kuasa, cara pandang gratifikasi
adalah netral tidak bisa dipertahankan. Hal
itulah yang disebut dalam Pasal
12B sebagai
gratifikasi
yang dianggap suap, yaitu gratifikasi
yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas
penerima. Dalam konteks Pasal 12B
ini, tujuan dari gratifikasi yang dianggap suap dari sudut pandang pemberi
adalah untuk mengharapkan
keuntungan
di masa yang akan datang dengan mengharapkan pegawai
negeri/penyelenggara negara akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangannya, demi
kepentingan si
pemberi
tersebut.
Sumber : https://www.kpk.go.id/gratifikasi/?p=32 diedit oleh Kity Karenisa.
Dari
wacana informasi yang disajikan, praktek pemberian (gratifikasi) dapat mengarah lebih jauh ke
dalam tindakan korupsi jika menyangkut
beberapa hal berikut
ini. Berikan tanda ceklis
(V)
pada pernyataan yang Anda setujui dan tanda silang (X) pada pernyataan yang Anda tidak setujui!
Pernyataan |
Setuju |
Tidak Setuju |
Pemberian terkait dengan
jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas yang seharusnya dimiliki
penerima. |
|
|
Pemberian terkait dengan adanya
acara khusus dalam acara kemasyarakatan dan lingkungan sosial. |
|
|
Pemberian ditunggangi
kepentingan di luar tujuan membangun
aspek hubungan
emosional pribadi
dan sosial
kemasyarakatan. |
|
|
Pemberian ditujukan untuk memberi perhatian dan bertujuan membangun relasi pribadi, sosial dan adat istiadat. |
|
|
Pemberian diiringi
kepentingan lain dalam relasi kuasa, terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima |
|
|
Kunci Jawaban/ Pembahasan |
4. Pilihan Ganda
Geronimo : Pejuang Suku Apache
Geronimo atau Gooyale (berarti "orang yang menguap") adalah seorang pemimpin sekaligus dukun dari kelompok Bedonkohe, Suku Apache. Dia dikenal karena memimpin pengikutnya dalam mempertahankan wilayah mereka melawan kampanye militer Meksiko dan Amerika Serikat (AS) di Negara Bagian Chiricahua serta Sonora.
Di masa tuanya, Geronimo menjadi
selebriti. Namun, dia meninggal dalam keadaan sebagai tahanan perang dan tak diizinkan kembali
ke kampung halamannya.
Namanya menjadi terkenal, dan digunakan antara lain Resimen Infantri Parasut
ke-51 AS, serta teriakan 'Geronimo' untuk mengusir rasa takut.
Dilansir dari
berbagai sumber, berikut merupakan biografi
dari pria yang disebut sebagai
pejuang terakhir Suku Apache tersebut.
1. Masa Kecil
Geronimo diyakini lahir pada Juni
1829 di Arizpe, Sonora, dekat anak Sungai Turkey, lokasi yang kini
masuk ke dalam wilayah Meksiko. Kakeknya, Mahko, merupakan kepala kelompok Bedonkohe Apache. Sejak kecil, Geronimo dibesarkan berdasarkan tata cara dan nilai-nilai Apache.
Dia merupakan anggota dari kelompok terkecil. Dengan jumlah 8.000 orang, suku Apache tidak
hanya menerima ancaman dari AS maupun Meksiko, tetapi
juga suku Navajo dan Comanches.
Setelah ayahnya meninggal, ibunya membawa Geronimo untuk hidup bersama kelompok Tchihende,
dan
pada umur 17 tahun, Geronimo menikah dengan perempuan bernama Alope.
Saat itu Geronimo sedang melakukan perjalanan dan berdagang, Sementara itu, pada tanggal 5 Maret 1858,
400 tentara Meksiko menyerang perkampungannya dekat Jonas
(Kas-ki-yeh), di
bawah pimpinan Kolonel Jose Maria Carrasco.
Petaka pun terjadi, istri, tiga anak, serta ibunya terbunuh dan tewas saat penyerangan. Kehilangan
orang-orang yang disayanginya, telah membuat Geronimo berubah. Ia menjadi bersikap membenci
orang Meksiko hingga akhir hayatnya.
Bersama pengikutnya, Geronimo sering menyerang dan melakukan balas
dendam kepada setiap
orang Meksiko yang mereka temui. Geronimo selalu mengingat insiden pedih yang membuatnya
keluarganya terbunuh,
sehingga jika ada upaya perdamaian menjadi
selalu sia-sia.
Kepala suku Tchihende, Mangas Coloradas
segera mengirim Geronimo ke kelompok menantunya, Cochise, untuk membantunya membalas
dendam dan memperjuangkan hak suku aslinya terhadap Meksiko. Nama Geronimo pun muncul karena di
tengah desingan peluru saat pertempuran, dia selalu berani
dan
pantang menyerah untuk tetap menerjang dan menyerang pasukan Meksiko hanya dengan menggunakan senjata pisau.
2. Kampanye Geronimo
Pada akhir abad 17, serangan yang dilakukan suku Apache terhadap Meksiko pun masih terjadi. Pada
1820-1835, perlawanan suku Apache di
bawah pimpinann Geronimo berhasil
menewaskan 5.000
orang Meksiko yang menjadi musuh suku Apache saat itu.
Pembantaian pun masih terjadi
di Kas-ki-yeh, Geronimo mengumpulkan 200 orang dan kembali
memburu pasukan Carrasco yang telah membunuh keluarganya. Perburuan itu memakan waktu 10
tahun. Selama masa itu, Geronimo tetap menentang pemerintah Meksiko yang pernah menewaskan
keluarganya dan menindas
hak
dan kehidupan suku Apache.
Pada awal
1850-an, musuh yang harus
dihadapi Geronimo berubah, seiring mulai berakhirnya Perang anatara Amerika Serikat dan Meksiko pada tahun 1848. Washington mengambil alih teritori Meksiko, termasuk area atau wilayah yang telah dikuasai
Apache.
Wilayah yang didiami suku Apache mulai
terancam dengan kedatangan penambang serta warga
Amerika Serikat. Pasalnya, di
kawasan Southwest ternyata ditemukan tambang emas. Suku Apache
pun kembali melakukan penyerangan dan penyergapan brutal
kereta kuda migran Amerika Serikat.
Cochise, mertua Geronimo merasakan kekecewaan mendalam setelah menyerukan penghentian serangan, dan sepakat membuat syarat untuk melindungi
hak milik Apache. Tetapi, perjanjian itu hanya berlangsung beberapa tahun. Setelah Cochise, meninggal, pemerintah federal
AS
kembali mengingkari
janjinya. Pemerintah AS memindahkan Chiricahua ke utara sehingga warga AS bisa mendiami
tanah mereka yang dahulu.
Keputusan dan situasi
itu membuat marah Geronimo. Dia memberikan perlawanan agresif untuk
membela suku Apache dan mempertahankan wilayahnya. Namun, militer AS berhasil menangkapnya
pada 1877, dan Geronimo dibawa ke reservasi Apache, San Carlo.
Selama empat tahun, Geronimo berjuang menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya
sebelum akhirnya dapat meloloskan diri
pada September 1881.
Sekali
lagi, dia memimpin sekelompok kecil Chiricahua untuk tetap melawan AS. Selama lima tahun,
Geronimo dan pengikutnya berjuang dalam masa penyerangan yang disebut-sebut perang Indian terakhir dengan AS.
Persepsi
orang tentang Geronimo nyaris
serumit orangnya. Bagi suku pendukungnya, dia dianggap
sebagai
ksatria dan pemimpin, pembela masyarakat suku asli
Amerika. Namun, bagi Apache lainnya, Geronimo dipandang sebagai pria keras
kepala yang memiliki naluri membalas dendam yang akhirnya membahayakan banyak nyawa lain yang tidak bersalah.
Bersama bawahan setianya, Geronimo bergerilya di
Southwest, dan membuat sosoknya berubah dari
pemimpin mistis menjadi legenda. Dalam suatu waktu dikatakan, hampir seperempat tentara militer AS, yaitu sebanyak 5.000 personel, telah dikerahkan hanya untuk memburu dan menangkap
Geronimo.
Puncaknya
pada musim panas 1886,
Geronimo sepakat menyerah setelah lokasinya ditemukan pasukan AS di bawah pimpinan Jenderal George Crook.
3. Jadi
Tahanan Perang dan Kematian
Geronimo bersama orang Apache lain, termasuk yang menjadi pemandu pasukan AS, diperlakukan
sebagai
tahanan dan dikirim ke Fort Sam Houston di Sant
Antonio, Texas. Militer menahan mereka selama enam pekan sebelum dipindahkan ke Fort Pickens di Pensacola, Florida. Keluarga Geronimo
ditempatkan di Fort Marion. Pemindahan itu dilakukan guna menghindari manuver pemerintah sipil
Arizona yang berniat mengadili
mereka atas
kejahatan membunuh orang Amerika selama perang.
Ketika Geronimo di tahanan, para pengusaha kemudian mempunyai
ide
untuk menjadikan pahlawan
Apache itu sebagai atraksi wisata. Kurang dari 10 tahun setelah dia menyerah, Geronimo
diperlakukan bak selebriti. Pada 1905, Geronimo pun menerbitkan autobiografinya.
Pada tahun yang sama, Geronimo mempunyai
kesempatan bertemu Presiden Theodore Roosevelt
dan
mendesaknya untuk membiarkan rakyat Apache kembali ke Arizona, tetapi pemikiran dan
usahanya pun gagal.
Kematian Geronimo diduga terjadi pada Februari
1909. Saat itu, dia terlempar ketika berkuda dan tidak mendapat pertolongan serta menghabiskan malam di
udara dingin. Ketika seorang teman menemukannya keesokan paginya, kondisi
Geronimo sudah mengkhawatirkan. Dia meninggal akibat
penyakit pneumonia yang juga dideritanya pada 17 Februari
1909 dalam usia 79 tahun.
Sumber : https://bangka.tribunnews.com/2019/03/26/biografi-tokoh-dunia-geronimo-pejuang-suku-
apache-yang-sempat-jadi-tahanan-perang.
Urutkan peristiwa kisah hidup Geronimo secara kronologis, sebelum akhirnya Ia menjadi
tahanan
perang AS dan mati.
(1). Kelahiran Geronimo.
(2). Pernikahan Geronimo dengan Alope.
(3). Kehidupan Geronimo bersama ibunya setelah kematian ayahnya.
(4) Penyerangan tentara Meksiko yang menyebabkan kematian ibu, istrinya, dan ketiga anaknya.
(5) Perlawanan Gernomina terhadap militer AS hingga ia ditangkap.
(6) Pernyataan perang Geronimo terhadap tentara Meksiko.
A |
(1) – (2) –
(3) – (4) – (6) –
(5) |
B |
(1) – (3)
– (2) – (4) – (5)
– (6) |
C |
(1) – (3) –
(2) – (4) – (6) –
(5) |
D |
(1) – (2)
– (3) – (4) – (5)
– (6) |
E |
(1) – (2)
– (3) – (6) – (5)
– (4) |
Kunci Jawaban/ Pembahasan |
No comments:
Post a Comment