Mengapa Asesmen Literasi dan Numerasi ?
Jauh sebelum adanya pandemi
covid-19 atau lebih tepatnya setelah menteri Pendidikan dan kebudayan yang baru
resmi dilantik, maka beliau dengan serta merta segera melakukan beberapa
perubahan dalam dunia pendidikan. Mas Menteri dengan tegas menggaungkan konsep
"Merdeka Belajar" dan disebutkan pula bahwasanya mulai tahun 2021
Ujian Nasional (UN) akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei
Karakter. Kedua asesmen baru ini dirancang khusus untuk fungsi pemetaan dan
perbaikan mutu pendidikan secara nasional.
Pada laman kemdikbud.go.id,
diberikan pengayaan tentang konsep Merdeka Belajar. adapun empat pokok pikiran
merdeka belajar meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian
Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Kemudian Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada peluncuran Empat Pokok Kebijakan
Pendidikan “Merdeka Belajar”, di Jakarta, Rabu (11/12/2019) menjelaskan bahwa :
Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum
dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa
(literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan
pendidikan karakter.
Sejalan dengan hal tersebut dalam pemaparan materi pada Seminar Daring Nasional (Sadaring) dengan tema "Asesmen Literasi dan Numerasi", ibu Endah Budi Rahayu (pemateri senior dari Jurusan Matematika dan Pusat Studi Literasi Unesa) pada Sabtu(26/12/2019) menyebutkan bahwa :
- Asesmen kompetensi minimum adalah kompetensi yang benar-benar minimum dimana kita bisa memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum
- Asesmen kompetensi minimum adalah kompetensi yang benar-benar minimum dimana kita bisa memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum
- Kata Minimum mengacu kepada tidak semua konten di dalam kurikulum diukur di dalam AKM.
- AKM akan mengukur keterampilan dasar: literasi dan numerasi. Kemampuan bernalar tentang teks dan angka. Kompetensi tersebut dibangun dari jenjang dasar sampai menengah dalam suatu learning progression.
Jangan buru-buru berasumsi
bahwa adanya penekanan pada asesmen literasi dan numerasi ini lantas akan
mengesampingkan pelajaran selain bahasa dan matematika. Literasi dan
numerasi justru bisa dan seharusnya memang dikembangkan melalui berbagai mata
pelajaran, termasuk IPA, IPS, kewarganegaraan, agama, seni, dan seterusnya.
Pesan ini penting dipahami oleh guru, sekolah, dan siswa untuk meminimalkan
risiko penyempitan kurikulum pada pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika.
Selama ini mungkin dalam
pemahaman publik bahwa literasi hanya melulu tentang bahasa sedangkan numerasi
hanya terpaku pada angka dan matematika. Pengertian numerasi menurut OECD, 2006 adalah
merupakan kemampuan untuk mengakses, menggunakan, menafsirkan, mengkomunikasikan
informasi dan ide-ide matematika yang disajikan dalam
berbagai bentuk, untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
sedangkan Kemdikbud;2007 menerangkan kan bahwa numerasi merupakan kecakapan
menggunakan bilangan dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika
dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks
kehidupan sehari-hari, juga keterampilan menganalisis dan mengintepretasi
informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan,
dsb.) untuk memprediksi dan mengambil keputusan.
Dikutip dari laman
https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/buku-literasi-numerasi/, literasi numerasi
adalah pengetahuan dan kecakapan untuk: Menggunakan berbagai macam angka dan
simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah
praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari. Menganalisis
informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan
sebagainya) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk
memprediksi dan mengambil keputusan.
Secara sederhana, numerasi
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep angka dan
simbol-simbol matematika dalam kehidupan sehari-hari atau kemampuan untuk
menginterpretasi informasi kuantitatif yang lazim dialami pada keseharian
peserta didik.
Tingkat berfikir kritis
yang dihasilkan oleh asesmen literasi dan numerasi selaras dengan fokus asesmen
yang diperlukan dalam penilaian kompetensi peserta didik sehingga hasil
pengukuran tidak sekadar mencerminkan prestasi akademik belaka. Sehingga
pemberian stimulus pada soal pengukuran kompetensi ini memiliki prosentase
berbeda pada jenjang yang berbeda sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik
sesuai usia.
Sumber : https://www.edumathasyik.xyz/2020/09/mengapa-asesmen-literasi-dan-numerasi.html
Referensi Lain silahkan baca:
Asesmen Nasional Penanda Perubahan
Pak guru mantaaab
ReplyDelete